News

Penyebab Utama Kebangkrutan VOC: Dari Korupsi hingga Konflik Perang

VOC merupakan kongsi dagang asal Belanda yang pada masa kejayaannya menguasai hampir 80% jalur perdagangan laut di seluruh dunia. Bendera VOC dikibarkan di hampir seluruh kapal dagang yang berlayar kala itu.

Tapi, kenapa VOC bisa hancur? Apakah kehancuran ini membawakan dampak yang sangat masif terhadap nasib bangsa Indonesia di tangan para “kompeni”.

Kalau kita mengacu pada beberapa sumber, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) adalah perusahaan dagang Belanda yang didirikan pada tahun 1602. VOC memiliki hak eksklusif untuk berdagang dengan wilayah-wilayah di Asia Timur, termasuk India, Cina, dan Indonesia. Perusahaan ini menjadi salah satu perusahaan dagang terbesar pada masa itu dan menjadi salah satu yang mengendalikan ekonomi dunia pada abad ke-17 dan 18. Namun sayang, VOC akhirnya bangkrut pada tahun 1799.

Baca juga: Alasan Utama Mengapa Banyak Startup Gagal di Indonesia

Menurut sejarawan ekonomi, Prof. Dr. J.G. de Long, dalam bukunya "The Rise and Fall of the VOC" menyatakan bahwa "VOC mengalami kerugian besar pada tahun-tahun terakhir keberadaannya karena kegagalan dalam mengendalikan biaya dan melakukan diversifikasi usaha yang tepat." Salah satu penyebab utama kebangkrutan VOC adalah karena kompetisi yang semakin ketat dari perusahaan-perusahaan dagang Eropa lainnya yang juga beroperasi di wilayah Asia Timur.

Adapun menurut sejarawan Belanda lainnya, Dr. J.L. Blussé, dalam bukunya "The Desolate Company: The VOC in the 18th century" menyatakan bahwa "VOC mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah-masalah internal seperti korupsi dan konflik kepentingan dalam manajemen perusahaan, yang pada akhirnya membuat perusahaan itu menjadi tidak efisien dan tidak kompetitif."

Dari sini, kita bisa menarik beberapa poin bahwa VOC kala itu mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah-masalah eksternal seperti perang dan perubahan politik di wilayah-wilayah di mana perusahaan beroperasi. Dan dari beberapa warta sejarah lainnya, kekalahan Belanda dalam Perang Belgia (1780-1784) juga memberikan kontribusi dalam membuat VOC kehilangan wilayah-wilayah penting di India dan Cina, yang merupakan sumber pendapatan utama perusahaan.

Secara keseluruhan, kebangkrutan VOC disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Kegagalan dalam mengendalikan biaya, masalah-masalah internal seperti korupsi dan konflik kepentingan, serta masalah-masalah eksternal seperti perang dan perubahan politik, semuanya ikut mempercepat kebangkrutan VOC.

Baca juga: Dampak Belanja Online untuk Pertumbuhan Ekonomi

Korupsi di VOC yang Menjamur

VOC juga dikenal dengan masalah korupsi yang melanda perusahaan tersebut. Menurut Dr. J.L. Blussé, dalam bukunya "The Desolate Company: The VOC in the 18th century" menyatakan bahwa "Korupsi merupakan masalah yang sangat nyata dalam VOC, banyak pejabat VOC yang menerima suap dan menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi." Tapi, dalam buku sejarah itu dikatakan juga bahwa perusahaan sama sekali tidak melarang ataupun memberikan sanksi kepada para staf dan pejabat yang terlibat suap dan korupsi, sehingga lambat laun VOC dimakan oleh korupsi yang menjamur.

Korupsi dapat dilihat dari beberapa cara, seperti dari sistem pengadaan barang yang tidak transparan, penyalahgunaan dana perusahaan, serta nepotisme dalam pemberian jabatan. Hal ini dapat menyebabkan biaya operasional VOC meningkat secara signifikan dan membuat perusahaan menjadi tidak efisien.

Baca juga: Contoh 8 Startup yang Gagal Berbisnis di Indonesia

Selain itu, korupsi juga dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan dari mitra dagang dan pemerintah setempat, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Namun, data konkret tentang tingkat korupsi di VOC tidak tersedia karena tidak ada catatan yang cukup baik tentang hal tersebut. Namun, beberapa sumber menyatakan bahwa korupsi merupakan salah satu faktor utama yang mempercepat kebangkrutan VOC.

Masalah internal VOC sangat parah sehingga bisa dibilang bahwa korupsi adalah faktor penting yang memperburuk kondisi VOC kala itu.

Jaminan Return yang Tinggi untuk Para Investor VOC

Ada yang menarik, kalau kita lihat dalam beberapa catatan sejarah termasuk dalam bukunya Prof. Dr. J.G. de Long, VOC merupakan perusahaan pertama yang membuat infrastruktur perdagangan saham modern. Sistemnya kurang lebih mirip dengan perdagangan saham zaman sekarang dimana kala itu, investor bisa membeli sebagian porsi perusahaan untuk mendapatkan dividen. Ramai orang berbondong-bondong membeli saham VOC (Dutch East India Company).

Tapi, yang jadi permasalahan adalah dividen yang diberikan oleh VOC terlalu tinggi sehingga perusahaan kalang kabut dalam membayar dividen kepada para investor ketika perusahaan dilanda situasi yang sulit. Kebijakan yang ditetapkan perusahaan untuk menghasilkan return yang tinggi bagi investor justru membuat perusahaan kesulitan dalam menutupi biaya operasional perusahaan.

Baca juga: Apa Saja CMS yang Bisa Digunakan untuk Website Toko Online?

Perusahaan ini harus mengeluarkan dana besar untuk menutupi biaya operasional seperti transportasi, perbekalan, serta pembayaran gaji karyawan dan pajak kepada pemerintah setempat. Namun, karena harus memberikan dividen yang tinggi kepada investor, VOC tidak memiliki dana yang cukup untuk menutupi biaya operasional tersebut.

Hal ini menyebabkan VOC harus mengambil pinjaman dari bank atau investor untuk menutupi kekurangan dana operasional. Namun, dengan tingginya tingkat bunga pinjaman pada saat itu, VOC harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membayar bunga pinjaman. Hal ini menyebabkan perusahaan menjadi semakin kesulitan dalam mengatasi masalah keuangan.

Selain itu, kebijakan VOC yang mengutamakan return yang tinggi bagi investor juga menyebabkan perusahaan tidak bisa melakukan diversifikasi usaha yang tepat untuk mengatasi masalah keuangan. VOC harus fokus pada produk yang dapat menghasilkan keuntungan yang besar, sehingga perusahaan tidak dapat mengembangkan usaha lain yang mungkin dapat menopang keuangan perusahaan.

Kesimpulannya dari poin ini adalah VOC kesulitan dalam menutupi biaya operasional karena kebijakan untuk memberikan return atau dividen yang tinggi bagi para investor. Sehingga, pada suatu waktu, perusahaan harus mengadopsi sistem “gali lubang tutup lubang”, VOC akhirnya meminjam ke bank dan investor lainnya dengan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Selain itu, VOC juga tidak bisa melakukan diversifikasi usaha dan hanya fokus dalam mencari keuntungan sebanyak-banyaknya sementara masalah internal VOC seperit korupsi masih terlalu masif.

VOC Salah dalam Mengelola Karyawan dan Pejabat Tinggi

Sesuai dengan sumber-sumber yang tersedia, dapat disimpulkan bahwa VOC juga mengalami masalah dalam mengelola karyawannya. Bahkan upah karyawan sangat kecil dan VOC membuka jalan korupsi dengan membiarkan karyawannya melakukan perdagangan secara mandiri menggunakan kapal VOC. Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar karena karyawan tersebut mengambil keuntungan pribadi dari perdagangan yang dilakukan.

Baca juga: 7 Cara Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan

Hal ini juga menyebabkan kehilangan kontrol perusahaan terhadap barang-barang yang diperdagangkan, sehingga menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi VOC.

Jualan Rempah-Rempah dari Negara yang Dikolonisasi

Fokus utama VOC adalah menjual rempah-rempah dari Indonesia, kemudian dijual lagi di Eropa dengan harga yang sangat tinggi. Bahkan, nilai modal VOC sangat sedikit karena VOC dapat membeli kapan saja ke pedagang di Indonesia dengan harga yang sangat marah, atau dipaksa untuk memberikan rempah-rempah secara cuma-cuma.

Keuntungan dari jualan rempah-rempah ini kemudian digunakan untuk membangun banyaknya infrastruktur di Amsterdam. Tentu saja VOC memberikan bekas luka kepada Indonesia melalui gelapnya catatan sejarah.

Lambat laun, mulai abad ke-18 pertengahan, perdagangan rempah-rempah menjadi semakin sulit karena Kerajaan Inggris tidak tinggal diam ketika VOC semakin kaya raya. Dari situ, kemudian terjadi peperangan di beberapa wilayah, termasuk kala itu juga East India Company (EIC) milik Kerajaan Inggris tidak tinggal diam ketika VOC semakin kaya raya.

Nilai Perusahaan VOC Pada Masa Kejayaannya

Dilansir dari BigThink, pada masa kejayaannya, VOC sempat bernilai $7,8 triliun USD (Rp 105.000 triliun) setelah dikoreksi dengan inflasi ke masa sekarang, dan menjadi salah satu perusahaan terbesar dan terkaya sepanjang sejarah. Bahkan, VOC telah lama mengimplementasikan kapitalisme global 400 tahun sebelum perusahaan-perusahaan lainnya. Tonggak sejarah lainnya yang paling fenomenal dari VOC adalah memberikan kontribusi yang besar dalam melahirkan sistem perdagangan saham.