News

Apakah Indonesia Akan Mengalami Housing Bubble?

Dalam beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani mengatakan bahwa saat ini akan semakin susah bagi generasi muda untuk membeli rumah sehingga mereka terpaksa tinggal bersama orang tua. Inilah yang jadi kekhawatiran masyarakat, akankah terjadi Housing Bubble atau Real Estate Bubble Burst di Indonesia?

Baca juga: 7 Strategi Terbukti dalam Meningkatkan Penjualan Bisnis UMKM

Properti merupakan aset yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai kebutuhan primer, properti yang layak seperti rumah ataupun apartemen membantu memudahkan kehidupan manusia dengan memberikan perlindungan dan kenyamanan.

Saat ini, sudah menjadi hal yang umum bahwa harga properti di Indonesia sangatlah mahal. Tapi, semahal apa sebetulnya hingga bisa menyebabkan housing price bubble? Inilah yang menjadi pertanyaan banyak masyarakat, apakah mereka akan mengalami sebuah krisis di mana harga rumah sangatlah mahal sehingga masyarakat tidak memiliki daya beli untuk membeli rumah?

Apa Itu Housing Bubble?

Jadi, apa sebenarnya fenomena housing bubble? Fenomena housing bubble terjadi ketika suatu harga properti naik secara signifikan dan kemudian harganya melambung turun drastis. Hal seperti ini bisa terjadi ketika harga properti terus naik tinggi sementara kapabilitas orang untuk membeli properti menurun (demand turun), atau mereka tidak ada kekuatan membeli (purchasing power).

Ya ini sesuai dengan namanya, “Gelembung Rumah”. Apa yang terjadi ketika gelembung tersebut terus melambung tinggi ke atas? Tentu saja ia akan pecah. Inilah yang disebut dengan fenomena housing bubble. Ketika gelembung tersebut pecah, harga rumah akan turun secara drastis. Tapi, faktor yang bisa menyebabkan fenomena ini tentunya sangat banyak.

Bahkan pada tahun 2008, fenomena housing bubble menjadi mimpi buruk institusi perbankan di negara-negara barat hingga menyebabkan Krisis Finansial 2008. Pada saat itu, banyak institusi perbankan lumpuh akibat penunggakan utang dan masalah terkait suku bunga yang melambung tinggi.

Saat itu perekonomian barat mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sebanyak lebih dari 30 juta orang kehilangan pekerjaannya di seluruh dunia. Belum lagi, butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih ke kondisi ekonomi sebelumnya. Dampak ke Indonesianya memang tidak begitu parah, tapi, kekhawatiran terbesarnya masih muncul: apakah housing bubble akan terjadi di Indonesia dan menyebabkan krisis?

Baca juga: Adolf Merckle, Miliarder dan Orang Terkaya Jerman Bunuh Diri Karena Bangkrut

Apakah Housing Bubble Akan Terjadi di Indonesia?

Tanda-tandanya sudah ada: kenaikan harga properti yang tinggi, peningkatan konstruksi bangunan di segala daerah, dan peningkatan jumlah pembeli rumah. Tapi, apa sebenarnya data yang mendukung hal ini?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat kembali statistik tentang pasar properti di Indonesia.

Pertama, harga properti di Indonesia sudah sangat melambung tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, rata-rata harga rumah di Indonesia meningkat sebanyak 50% pada rentang waktu tahun 2015 hingga tahun 2020.

Sementara itu, kenaikan pendapatan rumah tangga di Indonesia tidak cukup untuk berada dalam satu garis dengan rasio peningkatan harga properti. Lalu, apa yang akan terjadi?

Pasar akan runtuh. Kita bisa lihat sendiri sekarang bahwasanya lebih banyak orang membeli rumah hanya untuk investasi bukan sebagai rumah hunian. Hal seperti ini dapat meningkatkan harga properti jauh lebih tinggi lagi. Tapi, bisa juga di sela-sela keruntuhan pasar, kamu masuk ke industri lain dan menembus pasar baru.

Sementara, pendapatan rumah tangga Indonesia tidak naik drastis. Bahkan kenaikan upah pun tidak cukup selaras dengan kenaikan harga properti. Akhirnya, pasar runtuh akibat daya beli masyarakat yang menurun.

Kedua, terjadi pembangunan wilayah kota mandiri dan perumahan secara masif. Untuk mengakomodasi kalangan menengah yang semakin berkembang di Indonesia. Banyak sekali saat ini pengembang properti yang membangun daerah perumahan secara besar-besaran dan masif.

Pembangunan ini tentu saja menjadi salah satu faktor akan terjadinya housing bubble di Indonesia. Ini lagi-lagi berkaitan dengan data dari Kompas, menunjukkan bahwa tingkat okupansi pada hunian berbentuk apartemen di Jakarta hanya mencapai 58%. Artinya, sebanyak 42% unit apartemen kosong tanpa ada yang menyewa.

Ketiga, statusquo ekonomi Indonesia.

Dari data terbaru Bank Indonesia (BI), dikatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah utang rumah tangga sebanyak 70% sejak tahun 2015. Ini adalah jumlah yang fantastis, mengingat bahwa sekarang ini sudah banyak sekali aplikasi pemberi pinjaman yang bisa diunduh dan digunakan dengan mudah. Tapi, bagaimana jadinya jika ekonomi Indonesia mengalami krisis?

Tentunya kapabilitas masyarakat dalam membayar utang piutang jadi semakin berkurang. Bahkan, dari laporan terbaru OJK, jumlah outstanding atau penunggakan kredit sepanjang Oktober 2022 adalah sebanyak Rp 49,33 triliun.

Ditambah dengan pengembangan kawasan properti hunian terbaru yang semakin masif, bisa-bisa yang terjadi adalah suplai akan menjadi lebih banyak dibandingkan demand. Beruntungnya, saat ini suplai properti di Indonesia masih menyesuaikan dengan demand, namun, pembangunan properti harus dianalisis dengan lebih baik agar tidak menyebabkan fenomena housing bubble.

Baca juga: Alasan Mengapa Banyak Startup Gagal di Indonesia

Kesimpulan, apakah Indonesia akan mengalami housing bubble? Jawabannya adalah sampai saat ini kita tidak tahu atau tidak bisa diprediksi. Volatilitas pasar di Indonesia memang selalu dinamis dan saat ini aktivitas ekonomi di Indonesia sudah cukup baik untuk mengedarkan aliran uang ke seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang konsumtif dan juga gemar berhutang. Tapi, hal ini juga berkontribusi besar pada peningkatan industri properti pada umumnya. Kita sebagai masyarakat hanya harus tetap waspada dalam menjaga stabilitas keuangan keluarga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan apabila terjadi krisis sebagaimana yang terjadi pada tahun 2020 dan 2022.